16.7.05

sinetron dan bajaj bajuri kita

Sinetron memasuki ruang pribadi keluarga kita tanpa permisi. Tahu-tahu, dengan menjamurnya stasiun teve di negeri ini (lebih dari 14!), setiap hari penduduk negeri ini disuguhi dengan berbagai macam sinetron, yang tema-temanya dapat digeneralisasi sbb: sinetron berbumbu materialisme (voyerisme), kekerasan, mistik-gaib, sensasionalitas dan seksualitas, serta ... humor. Posting singkat ini menukil tentang bahaya tayangan teve pada umumnya; tentang sinetron, khususnya; lebih khusus lagi, yang ber-genre humor.Ya, tulisan ini tentang bahaya yang mengintai keluarga di balik sinetron humor.

Sebagian dari kita mungkin siap siaga terhadap bahaya yang mengintai di balik acara-acara yang berbau kekerasan, kriminil mistis, atau pornografis. Penayangan adegan sadis secara terus menerus-dengan dalih reportase atau bumbu "action"--akan membiasakan diri kita, secara pasif paling tidak, kepada tindakan kekerasan dan sedikit banyak akan mempengaruhi respons kita terhadap kejadian-kejadian semacam itu. Di lain pihak, acara-acara mistik menyeret anak-anak dan generasi muda Indonesia kepada alam mitis, instan, dan cenderung melupakan proses berpikir bagaimana persoalan seharusnya diselesaikan. Bahaya dalam tayangan berbau porno, khususnya bagi anak dan remaja, sesungguhnya dapat dengan mudah dikenali.

Sementara itu, tayangan-tayangan yang "ringan" dan "lucu" di teve cenderung kita anggap "aman", sehingga sering luput dari kewaspadaan kita selaku kepala/anggota keluarga, dan tanggungjawab kita manusia dewasa terhadap anak-anak atau orang-orang lain yang masih mencari atau mendefinisikan nilai-nilai kehidupan. Secara tidak langsung, posting ini hendak mengatakan bahwa humor adalah medium komunikasi yang paling hebat sekaligus paling berbahaya, karena kita cenderung siap "menelan" permukaan humor tanpa mencernanya "lapisan dalamnya."

Salah satu acara favorit di Indonesia saat ini adalah Bajaj Bajuri, dengan dua versinya, yaitu versi Salon Oneng dan versi Bajaj Baru Bajuri. Meskipun tidak sampai menunggu-nunggu tayangannya, saya sempat beberapa kali menonton acara ini hingga selesai jika kebetulan keluarga kecil saya menonton acara tersebut di malam hari.

(Gbr dari www.tabloidnova.com)

Suatu hari anak saya, 5 tahun lebih, bertanya: "Ayah, ayah senang ngga sama Bajaj Bajuri?" "Yah, cukup senang." Lalu dia bertanya lagi, "Siapa yang ayah senengin? Oneng, Ucup, Bajuri, Pok Indun, Said atau Mak?" Saya tanya balik duluan,"Kalau kamu, nak, seneng siapa?" Ia menjawab, "Oneng, Mak dan Ucup. Aku ngga seneng sama Bajuri." "Kenapa," tanya saya, "Abis dia sukanya marah-marah. Juga kasar sama semua orang, termasuk sama istrinya sendiri."

"Kamu senang sama Mak, kenapa?"
"Sebab dia lucu kalau lagi marah dan kalau lagi ngerjain orang."
"Hhm. Sama Pok Indun?"
"Seneng juga."

Begitulah, tentang Bajaj Bajuri, saya merasa ada hal yang perlu dan mendesak untuk dicermati. Salah satu alasannya: popularitas yang cukup tinggi. Sesuatu yang populer bagi khalayak biasanya berdaya besar terhadap khalayak tersebut, secara positif ataupun negatif, dalam memperbaiki ataupun untuk merusak masyarakat yang bersangkutan.

Anak saya, yang baru mau masuk SD ini, sudah mulai dapat menangkap perilaku dan kekasaran--dalam hal ini si Bajuri, yang nyaris dalam semua episode memang kasar (walaupun sisi kebaikannya juga kadang ditampilkan). Namun, dalam banyak hal si upik ternyata belum bisa dan harus perlu dibimbing dalam menangkap nuansa tabiat-manusia yang lebih subtil. Dalam hal sinetron ini, mari kita lihat figure si Mak. Di balik aktingnya yang luar biasa, kehebohan yang ditimbulkan aktor kawakan Nani Wijaya cukup banyak ditunggu-tunggu. Tapi coba bayangkan jika anda benar-benar hidup bertetangga dengan orang semacam itu. Si Mak ini adalah gambaran seorang Ibu yang culas, licik, serakah, pendengki, sombong--pendek kata: jahat. Si Mak adalah seorang ibu yang menginginkan anaknya sendiri, Oneng, untuk menceraikan suaminya, Bajuri, yang seorang sopir bajaj.

Coba tengok keluarga macam apa Pok Indun itu. Pok Indun digambarkan sebagai perempuan menikah tanpa-anak; siap berselingkuh dengan setiap pria, karena suaminya juga seorang hidung belang. Figur keluarga semacam ini dijadikan hiburan bagi masyarakat Indonesia! Atau lihat Pak RT, yang beberapa kali melakukan kecurangan-kecurangan serta tindakan yang kurang terpuji, seperti korupsi, mengintip pengantin baru, money politics, dan lain-lain.

Apakah semua tindakan mengintip orang mandi/pengantin baru, mencuri hak orang lain, berbohong sana-sini, atau mengajak orang lain yang bukan anggota keluarga ke kamar tidur kita, merupakan bentuk-bentuk perilaku terpuji atau ucu?

Hampir semua "kelucuan" dan tabiat buruk di atas benar-benar disuguhkan kepada keluarga di Indonesia dengan pemanis, tentunya, berupa "humor" yang mengundang tawa! Penyajiannya sebagai suatu bentuk "kelucuan" tersebut tanpa penjelasan atau wanti-wanti kepada penonton, khusunya penonton belia, adalah tindakan pemakluman terhadap kebejatan "kecil" yang akan memerosokkan diri ke kebejatan moral yang lebih dalam. Konsep kelucuan dalam BB terlalu bermain di wilayah instingtif primal kita--kekerasan, keculasan, eksploitasi seksual, dsb.

Karakterisasi Oneng, sebenarnya sudah sangat cerdas dan jenial, tetapi kurang digarap secara lebih intens. Figur Oneng juga merupakan magnet yang membuat BB sangat populer. Kelucuan yang ditampilkan melaluinya adalah jenis tersendiri yang perlu diperbesar porsinya.

Acara teve adalah cermin sosial dari kehidupan nyata; demikian pula sebaliknya, yang terjadi di dunia nyata dapat juga mempengaruhi acara teve. Ini adalah intisari pandangan para pakar tentang hubungan interdependensi teve dan masyarakat. Salah satu peran terpenting media adalah peran edukatif.

Media teve dapat menjadi sarana ampuh untuk mendidik masyarakat pemirsanya, khususnya di sebuah negara berkembang dengan mayoritas penduduknya yang terjajah kemiskinan serta berpendidikan rendah. Media teve sangat berpengaruh dalam hal design; maksudnya merancang atau memodifikasi perilaku ke arah yang lebih baik, lebih bermakna, lebih mulia.

Mengingat kondisi masyarakat dewasa ini di tengah-tengah keadaan transisi yang semakin sulit, menyerahkan sepenuhnya kepada diri masing-masing merupakan asumsi yang gegabah dan akan kita bayar mahal suatu hari. Menurut hemat saya, sehubungan dengan BB, jika semua "kelucuan" ini tuntutan naskah yang tidak dapat diubah lagi, setidak-tidaknya mereka yang terlibat di balik produksi acara ini menjelaskan secara tertulis atau lisan di awal atau akhir episode bahwa acara ini perlu bimbingan orang tua, atau mengandung adegan, atau karakterisasi manusia, yang kurang atau tidak terpuji. Tanpa penjelasan semacam ini, acara semacam ini bukan saja dapat memberi stigma negatif terhadap suku tertentu tetapi juga merugikan masyarakat luas.